Mansa Mahabakti


Mahabakti
Man Yogyakarta 1 telah melangsungkan mahabakti di Bumi Perkemahan Kepurun Manisrenggo klaten pada tanggal 3 April – 5 April 2014. Berangkat dari sekolah pukul 08.45 WIB dan perjalanan menuju kepurun sangat tidak tahu kondisi. Sudah bawa tas ditambah jalan yang lumayan terjal dan menanjak. Tetapi sebelum berangkat check in semua barang yang bukan kepentingan ditinggal di Mansa walhasil banyak barang yang hilang. Terlebih hp dan tas, mengapa saat berlangsungnya mahabakti hp ditinggal di asana dengan kunci yang hanya dititipkan oleh satpam. Bisa saja orang masuk dan mengambil dengan sadar karena kebutuhan atau kesempatan. Jadi jika sudah terjadi seperti ini apa masih kita akan sabar dan tidak berhak untuk protes? Sudah pasti kita punya hak yang selayaknya bisa digunakan untuk membela diri.
            Sesampainya di buper kami yang hanya berempat mendirikan tenda. Awalnya sih untuk melindungi diri dari bahaya hewan dan panas tapi bukan untuk kita tetapi untuk barang karena malam pertama hujan disertai angin. Yasudah kita tidur di aula, sebelum tidur kita dibuat bingung dengan kedatangan Pembina yang bernama Dicky. Ya tausih dia Pembina dan angkatan yang dikenal paling kejam sampai tega anak cewek yang memiliki penyakit asma disuruh untuk push-up. Siapa yang tega sih? Anak cowok aja tidak tega. Jika dibayangkan “anda punya ibu dan kita sama-sama perempuan apakan anda tega menyuruh ibu anda yang mempunyai penyakit asma untu push-up?” dipikir logis dong, iya anda bertanggung jawab hanya semalam setelah kejadian itu! Selepasnya apakah anda datang untuk menanyai kabar yang semalam anda suruh push-up itu? Jadi intinya saja, hanya saja tidak menjawab pertanyaan dari kak Dicky penderita asma jadi korban.
            Udah yuk jadi miris nyeritainnya.. haha!
paginya disibukkan dengan aktivitas yang padat tapi menarik sih. Banyak hp dan uang yang kesita juga. Banyak juga kan yang ilang kak? Buat kedepannya ajasih, kalo udah nge-judge kita salah apa kalian sudah koreksi diri dan menganggap benar? Sekian.







Komentar